Karena Banyak Dosa

WhatsApp Image 2024-12-06 at 14.48.54

Author: Shindy F

Menulis dan membuat kolase.

January 7, 2025

Total Review Score: 34

“Pasti ada sesuatu, nih. Tuhan sedang negur gue karena banyak dosa,” gerutu Rena.

“Ya nggaklah!” bantahku langsung, “kenapa coba lo langsung mikirnya ke situ?”

Aku mundur karena ada mobil yang bergerak ke arah kami dengan lambat. Sebaliknya Rena malah berjalan maju mendekati mobil tersebut.

“Jauh kok, pak. Bisa lewat,” sahutnya kencang, “maaf ya, pak. Mobil saya kejeblos.”

Aku dan Rena sedang berdiri di seberang jalan, memperhatikan mobil Rena yang setengah terperosok ke dalam lubang galian yang dibiarkan terbuka, tepat di depan sebuah bangunan yang sedang direnovasi.

Rena selalu berhati-hati saat berkendara. Setiap kali aku ikut di mobilnya, dia menyetir sambil mengoreksi perilaku pengemudi lain, yang menurutnya, sudah lupa cara berkendara dengan baik. Mulai dari memasang lampu sein, kapan waktu membunyikan klakson, hingga kendaraan yang tiba-tiba muncul dari belokan, semua itu pasti dia komentari saat kami di jalan.

Kejadian ini pasti membuat Rena kesal. Bagaimana tidak? Ketika kami melewati jalan yang memang tidak terlalu lebar untuk dua kendaraan ini, apalagi masih di dalam kawasan perumahan, ada mobil dari arah belakang yang ingin menyalip. Biasanya Rena akan keras kepala dan melawan, namun hari ini dia mengalah dan memberi jalan dengan sedikit meminggitkan ke tepi jalan. Dari sanalah, tiba-tiba ban mobil sebelah kanan terperosok masuk ke lubang galian yang tidak tertutup, membuatnya sulit untuk keluar.

Aku melanjutkan, “Ini kejadian biasa aja, Ren. Semua orang pasti pernah ngalamin, ntah itu mogok atau lainnya. Siapa tahu kita diselematkan dari hal yang tidak baik kalau misalnya kita datang lebih awal … atau ya memang kejadian biasa sehari-hari.”

Wajah Rena masih gelisah, tidak memedulikan ocehanku dan sibuk melihat ke seberang jalan, dimana mobilnya sedang dikelilingi tukang bangunan yang sedang berusaha mendorong mobilnya yang terjebak.

“Anak-anak ada yang chat di grup nyariin gak, Dis? Biasanya kalau kayak gini ada aja nanti deh masalah tambahan. Berentetan semua,” kata Rena sambil membuka ponselnya dan sekarang pasti sudah membaca pesan yang aku kirimkan ke grup.

“Ya lo jangan mikirnya gitu. Sama aja kayak doain diri sendiri dong,” kataku sambil mengelus tangan Rena menenangkannya.

Seorang bapak paruh baya muncul dari salah satu rumah tidak jauh dari tempat mobil Rena terperosok. Lalu, saat seorang tukang menunjuk ke arah kami, dia menghampiri kami dan bertanya apa yang terjadi. Setelah kami menjelaskan situasinya, dia masuk kembali ke dalam rumahnya dan keluar membawa dongkrak.

Bapak tersebut meminta izin mengendarai mobil kami untuk menekan gas agar ban berputar, sambil memberikan arahan kepada tukang bangunan untuk memakai dongkrak.

Namun, hasilnya nihil. Kemudian, bapak tersebut meminta bantuan untuk mencari potongan kayu besar yang mungkin dapat membantu roda mobil berputar dan naik ke jalanan. Karena mobil kami terjebak di jalanan dekat perumahan, situasi ini menyebabkan kemacetan dan tontonan bagi pengendara yang lewat.

Setiap empat sampai 5 kendaraan yang lewat, pasti ada satu yang turun pengendara mobil atau motor turun untuk bertanya. Ada yang setelah itu kembali, ada yang malah memarkirkan kendaraannya dan ikut membantu mendorong mobil.

Meski situasi ini merepotkan dan pasti siapapun tidak ada yang suka, aku kagum bagaimana kami tidak mengenal satu pun orang-orang ini dan mereka membantu secara sukarela.

“Sumpah, ada apa ya hari ini, padahal gue nggak suka lewat sini karena gue tau jalanannya sempit dan mobil pada nggak mau ngalah!” Rena masih saja meyakinkan dirinya kejadian ini sebuah pertanda dari semesta.

“Nggak ada apa-apa Rena. Kalau pun iya ini hari buruk kita, kenapa coba kita bisa dapatin bantuan orang sebanyak ini? Bapak itu juga baik banget lagi jadi kayak mandornya, ngarahin tukangnya. Masih ada hal baik dari kejadian ini, Ren.”

Rena mendengus lalu berbalik badan untuk menyebrang jalan lagi ke seberang. Sambil mengikuti Rena sambil berusaha menenangkan hatinya.

Diam-diam aku menghitung kepala yang membantu kami, lima orang. Tadi sepuluh, tapi banyak yang undur diri karena harus ke kantor dan hal lainnya. “Eh Ren, gue pesen makanan kali ya.”

“Buat tukang-tukangnya ya?” Rena seperti tau maksudku.

“Iya, mungkin sama uang rokok sih. Tapi, si bapak-bapak itu kan kayaknya pasti gak mau.”

Buru-buru Rena mengeluarkan ponselnya dan melihat di aplikasi. “Ada yang jual kue-kue nih dekat sini. Langsung gue pesan ya.”

“5 orang Ren. Eh, lebihin 7 aja jaga-jaga.”

“Oke. Asin sama manis kali ya dicampur?”

Beruntunglah setelah berganti berbagai strategi dan para tukang bangunan yang membantu. Ban mobil berhasil didorong untuk menyentuh papan kayu dan bergerak naik kembali ke jalanan.

Selama setengah jam kami terjebak di sana. Untungnya, kami berhasil sampai di lokasi acara kantor tanpa terlambat terlalu jauh dari waktu berkumpul. Acara berjalan dengan mulus dan kami bisa kembali pulang dengan selamat.

“Gue tadi lebay banget ya, gara-gara kejeblos aja,” sahut Rena saat kami sedang berberes untuk pulang.

“Wajarlah, namanya juga panik. Cuman ya, nggak perlu dipikirin banget. Mungkin harus terjadi aja.”

Baca Juga Cerita Pendek Lainnya “Agar-Agar Instan”

4 Reviews ( 8.5 out of 10 )
Ariqy Raihan
8/10
Ahmad Alvin Sandy Mudzakir
8/10
Rd. Sya’rani
9/10

0 Comments

Submit a Comment

You cannot copy content of this page