Pengalaman hidup sebagai K-popers ini dimulai saat aku menginjak masa remajaku di kelas 3 SMP. Saat itu aku anak tsanawiyah biasa yang menginjak masa remajanya. Bukan anak orang kaya dari lahir, bahkan pernah harus menonton televisi pun aku pernah harus numpang di rumah paman. Almarhumah ibuku adalah seorang penjahit biasa waktu itu, tapi beliau sangat telaten sehingga bayarannya pun cukup untuk menghidupi dan membiayai kehidupan kami sehari-hari.
Tapi, aku adalah Si Pembuat Masalah. Yang mana selalu membuat masalah untuk Mamak; begitu aku memanggilnya. Sampai pernah tersebut oleh Mamak kalau penyebab Mamak berpisah dengan Bapak Tiriku adalah aku. Cuma, bukan itu yang ingin aku ceritakan di sini. Aku ingin bercerita tentang tipe kehidupan sebagai K-popers yang aku mulai sejak kelas 3 SMP itu.
Dulunya, aku hanya penonton drama Korea, yang kemudian pada kelas X SMA, aku beralih menjadi seorang K-popers, dan group yang aku stan saat itu adalah Super Junior dan mungkin group-group (boygroup & girlgroup) lainnya dari SM Entertainment. Aku ingat bagaimana aku bisa berkenalan dengan seseorang bernama Dita yang bukan datang dari sekolahku, tapi karena kami punya mutual interest di K-pop, akhirnya aku selalu meminta hasil download-annya untuk variety show dan acara-acara yang ada Super Junior di dalamnya.
‘I wonder how’s Dita life right now. I hope she’s always okay dan selalu dalam lindungan Tuhan YME.’
Sejak kelas X SMA aku menjalani tipe hidup ini; sebagai K-popers, yang interest-nya berganti-ganti pada satu group ke group lainnya. Karena saat itu aku datang dari kota administratif lainnya, dan bukan dari kota besar seperti Jakarta, aksesku ke dunia K-pop terbatas, dan hanya bisa dijangkau dengan internet dan jejaring media sosial. Sedikit fun fact, dulu aku cukup aktif lho di Twitter. Sampai akhirnya, aku jatuh pada deep deep down depression pada masa kuliah, yang aku tidak tau kalau ternyata saat itu aku mengalami gangguan mental bernama mild depression dan kebiasaan menyakiti diri yang aku lakukan, juga aku menutup diri dari banyak orang.
Interest-ku beralih, dari Si Penyuka K-pop, menjadi orang yang suka membaca buku. Aku juga sering hilang dan lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar. Dan aku jatuh pada kebiasaan self sabotage dan self h4rm. Mild depression yang aku hadapi cukup panjang, mood-ku seringkali tidak stabil, aku tidak bisa bersosialisasi dengan orang bahkan dengan keluargaku sendiri dan menutup diri dari banyak orang seringkali aku lakukan. Namun, saat itulah aku juga menulis, sampai akhirnya aku bisa menerbitkan satu buku berjudul Miss Rekomendasi.
Sampai akhirnya, ada sebuah kejadian yang membawaku ke Jakarta pada tahun 2018. Dan aksesku pada dunia tulis menulis, kilap dan redupnya malam Jakarta, dan akses pada K-pop cukup dan mungkin sangat dekat, dan saat itulah aku memutuskan untuk kembali pada K-pop, tepatnya pada masa pandemi di tahun 2020.
Karena aku butuh teman, aku mulai kembali bermain dan berselancar di dunia media sosial, bertemu dengan K-popers yang tidak aku kenal sebelumnya, dan aku membuat komunitas.
‘I was so happy back then. Atau aku bahagia seperti yang aku pikirkan. Namun, kebahagiaan itu membutakan mataku, dengan aku mendzalimi banyak orang, dan mengkhianati banyak orang.’
Aku pikir, untuk bisa catch up dengan dunia K-pop di Jakarta, aku harus punya ‘modal‘, aku harus punya materinya, agar orang-orang di komunitas ini tidak meninggalkanku. Karena seperti yang aku bilang, aku bukan orang kaya, bukan lahir dari keluarga yang bisa beli ina-ini-ita-itu dengan hanya menunjuk saja. Dan saat itu, aku berpikir, karena aku butuh modal untuk menjadi seorang K-popers, aku gelap mata dan menghalalkan semua cara, agar aku bisa blend-in dengan banyak orang di dunia K-pop ini.
‘Simply because I don’t want to be left behind, and I don’t want them to leave me, so I think I should do something.’
Tapi, cara yang aku lakukan menyakiti banyak orang, merusak komunitas, dan keblunderan ini membawa damage yang sangat besar. Tidak hanya untukku, tapi banyak untuk orang lain. Kebahagiaan yang aku rasakan itu fana, just to fill the void, karena aku merasa aku takut buat tertinggal dan ditinggalkan waktu itu.
Karena kesalahan demi kesalahan yang aku lakukan ini, aku kehilangan banyak kesempatan di dunia K-pop. Meski aku punya akun TikTok dengan komunitas yang cukup banyak untukku. Dan aku sebenarnya senang membuat orang lain senang, tapi kalau kesenangan itu ternyata fana dan menyakiti orang lain, I don’t want to do it again. Anymore.
I don’t want to create anymore damage. Dan mungkin masaku sudah habis di sini. Dan mungkin aku sekarang harus memperbaiki dan berubah menjadi yang lebih baik lagi, walau harus berpisah dengan dunia yang cukup banyak berpengaruh dalam hidupku dari aku SMP hingga saat ini, yang membuatku bertemu dengan banyak orang baru, membuatku berani untuk membuat sesuatu yang baru, mencoba experience baru dan lain sebagainya. Meskipun, those anxieties days always kicked in whenever I met someone new in this community and this beautiful life, but the good memories always be there, dan aku akan terus ingat kenangan-kenangan indahnya. Walaupun aku harus merelakan banyak orang yang kecewa dengan tindakan dan kesalahan yang aku lakukan, tapi itu adalah konsekuensi yang harus aku telan. Dan aku harus menebusnya, dengan menjadi baik, dan tidak melakukan kesalahan yang sama.
Dengan ini, aku ucapkan selamat tinggal, pada dunia cemerlang yang sangat berwarna.
0 Comments